Rabu, 9 Februari 2011, pukul 10.15 WIB, cuaca sangat cerah namun matahari masih enggan keluar. Walaupun demikian suasana di Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa, Aceh, seperti biasa dengan hiruk pikuk para pelaut menurunkan ikan dari kapal.
Disudut lain sebuah kapal penumpang siap-siap berangkat menuju Teulaga Tujoh (baca; telaga tujuh) atau dikenal dengan sebutan Pulau Pusong, Kecamatan Langsa Barat. Kapal ini biasanya dari Pulau Pusong pukul 07.00 WIB membawa penumpang dan anak-anak sekolah kedaratan Kota langsa. Satu jam kemudian kapal kembali membawa penumpang dan para guru untuk mengajar di Pulau Pusong. Sementara sore harinya pukul 15.00 WIB kapal dari Pulau Pusong kembali ke Kota Langsa dengan membawa penumpang dan guru. Lalu, sejam kemudian kapal kembali ke Pulau Pusong dengan membawa penumpang dan anak-anak sekolah tadi. Aktifitas ini pun saban hari dapat dilihat di Pelabuhan Kota Langsa, Kecamatan Langsa Barat.
Selama 30 menit perjalanan dan jarak tempuh 6 mil, kita dapat melihat hijaunya hutan bakau di kiri dan kanan. Pohon-pohon bakau tersebut mempunyai ukuran kurang lebih 2 sampai 7 meter. Di sisi yang lain bakau dipergunakan untuk pembuatan kayu arang. Namun demikian hamparan hutan bakau tersebut tidak menyambung ke Pulau Pusong karena di kawasan Kuala Langsa banyak terdapat pulau-pulau kecil tanpa penghuni.
Pulau Pusong terletak paling luar dari daratan Kota Langsa. Jarak dari pelabuhan ke Pusong 6 mil dan dari pelabuhan ke Kota Langsa 8 kilometer. Satu mil perjalanan dari Pelabuhan Langsa, kita sudah dapat melihat kawasan tersebut. Kondisi yang terlihat dari kejauhan adalah rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu berimpitan satu dengan yang lainnya atau menyambung. Keunikkan ini menjadikan kawasan ini sangat terisolir karena sarana maupun prasana penunjang tidak ada seperti listrik dan air bersih.
Kawasan pulau ini benar-benar sangat unik karena hanya terdapat hamparan pasir yang sangat luas tanpa ada tanaman maupun tumbuhan lainnya. Boleh dikatakan kawasan permukiman ini berada di atas hamparan pulau berpasir. Lalu, di atas pasir itu pulalah masyarakat membangun rumah panggung yang satu dan lainnya bersambung. Pembangunan rumah panggung oleh masyarakat dilakukan untuk menghindari air pasang. Bila air pasang besar maka semua rumah akan terendam air laut 1 sampai 2 meter sehingga rata disekelilingi air laut. Disinilah kelebihan rumah di buat bersambung agar masyarakat bisa melakukan komunikasi satu dengan yang lainnya. Pada saat tsunami 2004 lalu, kawasan ini tidak parah seperti di Banda Aceh. Namun ketinggian air mencapai 4 meter membuat rumah masyarakat juga terhanyut.
Di sisi yang lain, kawasan pulau ini tidak ada suara mobil maupun sepeda motor karena hanya ada jalan setapak. Walaupun demikian kawasan ini hanya dapat mendengar suara kapal-kapal yang melintasi maupun yang singgah ke pelabuhan yang berpenduduk kurang lebih 100 kepala keluarga.
Harapan akan listrik dan air bersih hanya tinggal harapan saja karena masyarakat sudah sering kali mengajukan ke Pemda namun belum terealisasi. Walaupun demikian Pemda telah mengalokasikan rumah di daratan Pelabuhan Kuala Langsa bagi semua penduduk Pusong. Namun sampai saat ini rumah yang disediakan Pemda masih minim ditempati karena masyarakat masih suka tinggal di Pusong dengan kondisi listrik bermesin ginset dan membeli air daratan Kota Langsa. Sementara sekolah yang ada saat ini hanya Sekolah Dasar dan Sekolah Menenggah Pertama. Bila ada yang ingin melanjutkan maka sekolah dapat dilakukan di daratan Kota Langsa.